0

Stop. Glamorizing. OverworkingAnd Overtime.

“The absence of sleep, good diet, exercise, relaxation, and time with friends and family isn’t something to be applauded.

Too many people wear their burnout as a badge of honour.

And it needs to change.”

I quote that from @KatyLeeson’s tweet. Waktu baca, saya rasanya pengen like berkali2, pengen saya screenshot, saya pajang di IG. Tp saya berhenti di like berkali2 aja karena masih pengen nyimpen tweet itu buat diri sendiri aja.

Makin kesini, apalagi setelah punya anak, saya makin makin menghargai waktu. Saya berasa time management saya makin membaik. Saya yang tadinya hanya seorang working gurl, tiba2 jadi working mom. Kacamata saya ngeliat keadaan sekitar jadi geser krn tentunya ada prioritas lain yang saya utamakan. Alhamdulillah jg partner saya ikut sejalan dan punya value yg sama soal ini.

Tiap hari saya jd mikir bagaimana kerja seefektif mungkin supaya pulang bisa on time. I got 8 till 5 working time and i have to work my ass off to finish what i have to. Untuk ketemu lg sama anak yang saya tinggalin di rumah bareng mama saya yang udah ga muda lagi, yang udah jagain anak saya dari saya berangkat smpe pulang lagi (and it takes 12 hours ++ loh)

Saya juga udah mulai pinter atur ritme kerja saya, mana yang harus dikerjain dari jauh2 hari supaya tdk jd urgent, mana yg bisa saya atur besok kalau trnyata hari ini gabisa (dan juga ngesetting otak saya biar ga kepikiran terus) dan juga udah mulai tegas pilih2 acara ‘ekskul’ yg mengharuskan saya working overtime. Acara malem? Udh saya choreeetttt..

Dikomen pulang ontime terus? Pernah dong… sejauh ini biasa saya bales sambil bercanda ‘wets yang penting kerjaan beres’ dan alhamdulillah lagi atasan saya jg satu value sama saya, jadi mantap lah

Tapi memang semua tidak semudah itu ferhuso. Beberapa kali saya harus nyelesain kerjaan bareng temen saya yg ga berpandangan sama. Beh rasanya kesel banget kalo kita lagi buru2 tp mereka ketawa2 sementara udh memasuki injury time dan mama jg udah telpon nanya dimana. Kesel juga kalo kita udah siap2 ontime tp mereka masih dimana2 karena emang merasa gaharus ontime aja. Selalu kebayang waktu yg kebuang gitu aja padahal bs dipake buat ngerjain yang lain…. biasa cuma bisa gigit2 bibir dan gretekin gigi sangking keselnya. Sambil tetep pasang mata senyum karena #yahmaugimanalagi.

Kalau someday saya jadi orang yang punya power, saya mau nerapin ini:

Kamu akan dihitung untuk pekerjaan yg kamu lakukan di jam kerja. Diluar itu, it’s all yours. Km punya keluarga dirumah yg tidak tergantikan, kamu punya diri kamu sendiri, kamu punya apapun yang kamu mau.

Working overtime is not good. Kamu merubah ritme kerja orang lain diluar yang seharusnya. Kamu makan biaya listrik lebih banyak dibanding karyawan lain. Ada orang yang harus nungguin kamu selesai kerja (OB, satpam, abang2 fogging). Kamu akan lebih mudah burn out. Fisik kamu bs makin lemah. Kamu bs makin gampang sakit.

Kamu lagi2 akan dinilai berdasarkan apa yang kamu lakukan di tempat kerja dan apa yg bisa kamu hasilkan within those hours. Kalau A dan B bisa menghasilkan yang sama tapi B membutuhkan waktu lebih lama sehingga B memilih lembur, berarti B tidak bisa memanage waktunya dengan baik.

Kamu harus harus harus belajar menghargai orang lain. Cara kamu menghargai 1 jam kamu bisa jadi berbeda dengan orang lain, but please do respect others. Hargai juga waktu orang lain.

Pada akhirnya: stop over glorifying working overtime. It’s not even a good thing, it does harm others. And it does bad to yourself, too.

Hidup pulang tenggo kerjaan beres!!

0

My Baby My Luna

2021 is really a year for me. Di awal tahun alhamdulillah rumah jadi dan bisa pindah ke rumah lama rasa baru (atau rumah baru rasa lama?) dan bisa happy isi perabot rumah perlahan dengan segala kepengenan sekaligus keterbatasan (terutama budget) yang ada hehehe

Then not a long time after we settled comfortably here, saya dapet hint dr Tuhan tentang kado terindah sepanjang masa. Hintnya berupa bau dressing salad hokben yang kecium tajem banget dan ganggu banget di idung sampe mual ga jelas. Besokannya langsung testpack dan garis 2 dong. Hahaha

I remembered the confusion we had. This was clearly not written in our plan. Sambil merutuki “yaila, kayanya kita terlalu nyaman di kamar baru….” Wkwkwk sampai akhirnya we decided to embrace the journey and prepare everything we could. Mulai dari pilih dokter, pilih RS, drama mual, pingsan di mall pas lagi ngantri jambu kristal, muntah‒muntah, dsb dsb. Then things change after our 4thappointment to the obgyn. Pas di USG, dedek di perut udah berbentuk bayi, udh komplit tangan kaki kepalanya…  udah goyang‒goyang… setelah kemarin marin kita cuma kedapetan USG berbentuk titik gitu aja haha and that’s the time I think this is really a miracle and gift that happening inside my belly. That’s the time I felt all my doubt disappeared and I was really thrilled to meet you.

And that USG picture was really game changing one.

The next 6 months, I became a different Mey. Sejak tau saya hamil, saya cuma pernah sekali jatoh (that’s a wow because I am a super clumsy one). Saya tahan bangeeeeed tuk ga makan yang mentah‒mentah (bye telor setengah mateng and steak medium rare and sushi and even any kind of food that has mayonnaise in it). I felt the kicks inside my belly and was multiple times thinking ‘wow that’s really a baby inside me’. I saw myself in the mirror and cried silently as my body changed like something I’ve never had before. I started to think much more ‘What If(s)’ (and much wilder too, so it’s basically more in quantity and quality kind of what if). People also started to treat me differently as I was pregnant, sometimes I was feeling so special, and the other times it felt like a burden for me as I thought I could not be the usual Mey just because I carried a baby inside me.

And don’t forget that 2021 is still a pandemic year, and this also add tons of worry onto me. And as a pregnant human, I was not allowed to get any vaccine shot so I just hope that I and everyone around me were given healthiness until this pandemic ends.

All the changes, the what ifs, the pandemic…….. it really made a journey.

And I never felt ‘get used’ to these changes throughout my pregnancy. The changes change. So when I (finally) already accepted one change, another change happen and I had to get used to it, and another one happened again, and so on, and so on.

Not to mentioned all the support I got from my relatives and friends. The advicesssss I got from them (baik yang ditanya maupun tidak) (banyakan yg tidak). And I kept repeatedly thinking, ‘well they only want the best for me, I was quite sure they just being nice and happy for me too and want the best for me…and the baby.)

I also tried to not get stressed from work (which was so stressful, because why everytime we try to not get stressed it just make us feel the stress more? Or is it just me?)

These all already made my pregnancy journey quite fascinating.

Until the day my dad passed away.

Kepergiannya udah cukup stressful. Campur aduk banget rasanya, as I had a unique relationship with him. Ditambah kekhawatiran this would affect my baby. Ditambah pikiran ‘Mey, gaboleh cape cape, inget dedek’ (yang mana malah somehow bikin tambah cape). Ditambah beberapa orang yg ngga tau I was in grief, jd masih ada yang nanya2 kerjaan hehehehe

I took a day off for his funeral, and another day to recover myself, and I went for work the day after as I thought doing my usual job would ease the pain and made me forget the grief.

Yang mana malah jd bom waktu! Wkwkwk

Well, I just remembered the times I cried suddenly in silent.

And the next visit to the obgyn, I was so relieve that dedek was doing well. All the signs showed well and she still covered her face, mungkin dia orangnya suka memberikan kejutan. Oh iya, dedeknya cewe, jadi saya siap jd mami yang sibuk kuncirin rambutnya dan nemenin dia belanja belenji.

Though some people around me (mulai dr temen kantor, keluarga, nasabah, orang baru ketemu) mikir saya itu hamil anak cowok. Ada yang sampe ngotot banget pake ajak taruhan segala. Katanya dari bentuk perut lah, dari saya yang semakin julid (padahal saya hanya pelan2 menunjukan jati diri wkwk), lalu saya yg kucel (HEI) dan juga semakin galak katanya. Di tahap kehamilan ini, saya sih terima aja mau dikasih cewe atau cowo, bener bener mikir yg penting sehat dedeknya. Krn angka pandemic semakin meningkat huhuhu.

Oh iya, angka pandemi meningkat terus. Setiap saya harus kunjungan ke luar kantor, saya menjadi lebih agamis krn zikir spanjang jalan biar tetep dijagain dr virus2 jahanam. Sampe akhirnya ada varian baru delta, kasus covid melonjak tinggi banget, ada PPKM, umur kehamilan saya udah 7,5 bulan, akhirnya saya WFH full sampai lahiran. Di masa masa WFH ini bener2 thankful banget sama temen2 dan atasan karena sangat2 support dan bantu saya banget. That’s just another thing I add to my thankful list: hamil ketika sedang bekerja di tempat kerja yang lingkungannya sangat helpful dan supportive dan menyenangkan.

Lucunya, dan mirisnya. Pas udah full WFH di rumah, I got covid. Not only me, but my husband and my mom too. Sekeluarga serumah kena covid. Dan umur kehamilan saya sudah 8,5 bulan, udah bener2 menghitung hari menuju delivery day.

And I thought the passing of my dad was the worst I could get in my pregnancy, I was wrong.

Serumah covid itu nano nano banget. Oh and as if couldn’t get worse, I knew I was diagnosed covid on my very birthday wkwk. Jd paginya saya diucapin temen2 happy birthday, siangnya saya tes dan positif, sorenya badan saya langsung drop. Lemes selemes2nya. One of my relative told me a story of his friend that was also pregnant and got covid too, couldn’t get a place to check her baby while she was still positive. She checked up right after she tested negative only to find out that her baby was already dead inside her belly because the lack of oxygen.

Langsung menangis habis2an baca itu, reflek langsung pegang perut dan tiba2 dedeknya kicking heboh banget. Kayak ngasitau kalau dia baik2 aja. Langsung makin nangis karena bayiku pengertian banget bisa kasih tanda huhuhu

Thankfully obgyn saya super baik, kita lgs ngabarin dia kalau saya kena covid dan minta di cek apakah babynya baik2 aja. Dia bersedia nerima kita di RS tempat dia praktek yg memang ada ruang periksa khusus pasien covid. We were so thankful.

Babynya baik2 aja, everything looked good, but that was just our second day in covid. Temen2ku dan saudara2 smua baik2 karena care dan kirim2 makanan dan obat dan alat2 kesehatan ke rumah. Sayangnya kita bertiga lagi dlm keadaan lemes dan sakit, jd rasanya wow skali setiap mau istirahat ada suara bel rumah dingdongdingdong (sehari bs berkali2 dan di waktu yg berbeda beda tp deketan hahaha). But couldn’t complain, but it did feel so wow.

Got covid while pregnant (34 weeks)……. Saya sibuk bodoh2in diri sendiri, kenapa bisa lalai. Rasa bersalah saya numpuk banget setinggi2nya ke dedek. I already let her felt all my stress, capenya ini itu, sedihnya papa passed away, sekarang ditambah lagi covid di hamil tua?? HPLnya udh deket loh Mey???

Tiap malem demam tinggi, idung mampet sampai hrs nafas lewat mulut, ngga bs nyium kentut sendiri, tasteless food, dll dll. I still forced myself to eat (healthily and 3 times a day) nyemil ini itu, dan datanglah gejala berikutnya: mual n muntah2. Jd kaya balik lagi ke 1.0 pregnancy, selalu muntah tiap abis makan. Berat saya turun terus, padahal seharusnya naik di minggu2 akhir kehamilan. Sakit dan super kepikiran. Tidur pun gabisa di posisi baringan krn sangking mualnya.. I had to sleep in sitting position. Balik lg, thankfully obgyn kita super baik. Waktu ga ketahan mualnya kita WA beliau dan beliau kasih resep skaligus telpon RS buat siapin obatnya buat saya. All we had to do just order gojek and pay the medicine directly to the hospital.

Sick and feeling guilty must never be felt at once.

Tiap hari elus2 perut sambil bilang dedekk kuaaat dedek pasti bisaaa dikit lagiiii kita ketemu ya de, kita harus ketemuuu

All of the symptoms last for 2 weeks, 2 days after I felt better I got tested again and the result is negative (THANK GOD!). we contacted our obgyn again to get a check up.

Pas kontrol, di cek baik2 aja. Bener2 thankful banget ke Tuhan dan pat2 my tummy so proudly bilang dedek is so strong! Dedek pejuang banget kaya maminya. Dedek kereeeeeen banget. Lalu diinfo kalau seharusnya minggu dpn sdh bisa lahiran karena posisi dan kondisi sudah memungkinkan semua. Tipis banget kan jarak waktunya, ga kebayang kalau amit2 masih covid dan sdh harus lahiran.

Another drama: mau Caesar atau normal, Mey?

Awaaaal banget hamil udh mikir mau Caesar aja karena super takut sama rasanya kontraksi. Ke tengah2 kok jadinya mau normal karena penasaran sama rasanya dan biar abis lahiran gaperlu sakit2 gimana gitu. Dijelasin sama dokter kalau skrg lahiran normal hrs di induksi karena di masa pandemi, RSIA ga terima pasien covid jd prosesnya akan lebih rumit kalau kita bener2 normal pure nungguin bukaan gede baru ke RS. Sedangkan kalo ga diinduksi tkt kelamaan juga di RS nya. Dan dengan segala kesotoyan saya searching2 di gugel, nanya2 orang, kok katanya induksi sakit banget….. dan beberapa kenalan saya ga kuat diinduksi akhirnya malah pada caesar jg ujung2nya. Jd double pain huhuhu

Kontrol terakhir akhirnya bilang ke dokter kalau mau caesar aja, krn takut sakit diinduksi hahaha. Dokter kita yg baik itu bilang, sgala kondisiku (mulai dr panggul, berat dedek, bahkan kondisi saya waktu kontrol sudah bukaan satu) sangat2 memungkinkan kalau mau normal. He said giving birth normally is the way God provide us. The aftermath would less painful. He asked us (me, actually) to consider it again and update him the final decision via WA.

Di jalanan kita mikirrr terus. Denger omongan dokter tadi akhirnya yakin mau normal. Kita langsung WA dokternya dan dibales “nah, gitu dong :D” wkwk duh dok baik amat sih.

Berhubung sdh bukaan satu, besokannya kita disuruh langsung masuk RS. Paginya sempet2in beberes kamar spy nnti pas dedek pulang bisa bersih dan tak lupa ngepel jongkok sekamar2 dan separo rumah (ga kuat euy kalo serumah2). Kata temen saya, ngepel jongkok bikin cepet bukaan komplit wkwk kita sih percaya aja, anything to make dedek easier to see the world deh. Setelah berbagai macam prosedur ini itu, masuk RS, masih bs makan nasi cumi pedes malemnya dan makan abis semua makanan RS, masih bisa ketawa2, masih bisa nonton mukbang di youtube, nonton drakor 1 season abis, masih jalan2 muter2in koridor RS sambil dorong2 infusan, masih pecicilan deh. Akhirnya baru bs tidur jam 2 pagi (kenapa sih suster2 itu blicik aned wkwk) dan bangun lagi jam 5 pagi besokannya.

Pagi2 di cek, ternyata masih bukaan 3. Pagi2 masih bisa makan bubur dan merasa KOK BUBUR DOANG SIH KURANG NIHHH SAYA LAPAAAR. Tapi ya ga diomongin, dirasa aja. Saya masih menjaga image disitu wkwk. Balik lagi rutinitas bolak balik tuk mempercepat bukaan, nonton drakor lagi, sampe susternya bingung si ibu kok kuat ya ga berasa sakit ya, padahal udh masuk obat induksi kedua sedari semalem.

Jujurly ngerasa dikit sih mules2nya. Tapi ya dikit gitu, masih bisa banget ketahan. Jadi yaudah ga diheboh2in. Siangnya (jam 10an) dokter baik dateng visit dan ngecek bukaan, katanya sudah bukaan 4. Dia akhirnya pecahin ketuban saya dan kasih warning ‘abis ini akan lebih sakit ya Mey, gausah jalan2 lagi ya’. Saya dengernya excited krn yey finally udah bukaan 4 dan bisa ngerasain kontraksi beneran.

Ternyata bener kata org jangan shombhong. Pecah ketuban beneran merubah segalanya haha. Abis itu tiap 4 menit sekali ngerasain gelombang cinta dari dedek (iya 4 menit beneran krn saya iseng catet2in waktunya). Setiap mules masih bisa nafas teratur dan baca2 doa. Ngajak ngobrol dedek kalau dedek sudah sangat sangat pintar dan keren karena sudah sampai di tahap ini. Bilang ke dedek kalau dikit lagi kita bakal ketemu, tapi juga minta dedek untuk take her time krn pernah baca kalau di dalem perut itu nyamaaan skali buat bayik.

And things changed begitu udah bukaan 7. Mau meninggoy rasanya. Jarak kontraksinya jadi makin deket, dan makin2 juga rasanya. Mau berusaha biasa aja tiap kontraksi ga bisa karena kontraksi berikutnya rasanya pasti lebih sakit drpd yg sebelumnya. Udah mulai gabisa nafas2 teratur, mulai nangis2 (tapi masih pelan), mulai mengaduh2, dan ngajak ngobrol dedek minta biar dedek cepet keluar aja karena bener2 ga ketahan sakitnya……. Hahaha maapin mami ya dek.

Waktu jadi berasa lamaaaaaaaaa banget. Nangis yang pelan udah berubah jadi meraung raung. Udah ga peduli lagi sama image2an. Frustasi banget kepengen tau when would this end. Nanya ke suster tapi jawabannya ngambang, manah dia pake cerita pengalaman pribadi dia, katanya ‘setiap orang beda2 bu, ada yang begitu bukaan 7 jadi cepet ke komplitnya.. kalau saya sendiri bukaan 1 ke 7 cepet banget, tapi 8 ke 10 seharian full’ WOW SUS SANGAT MEMBANTU SEKALI. Rasanya bener2 amazing banget. Sakitnya udah gausah diomong, dan badan ini cuma dikasih istirahat beberapa detik di jeda2 antar kontraksi, dan itupun diisi sama rasa takut n cemas karena I knew the pain would come soon with bigger power. Tiap kontraksi dateng liat suamik matanya berkaca2 juga malah makin sakit wkwk udh bukan tangan suami doang yg dipegang, tapi tangan susternya juga, mana tangannya kecil, sakit ga ya dia di remes2 L

Di tengah2 dasyatnya kontraksi merutuki diri sendiri KENAPA GA SESAR AJAAAA KENAPA PAKE NGEPEL JONGKOK KMRN MEEEEY NANTI CAPEEE gitu hahaha tapi there’s no way back. Bener2 ga kuat akhirnya minta suami buat suntik epidural aja, bius di tulang belakang gitu utk meringankan sakit. Tapi kata suster dokter anastesi nya ga praktek hari ini, jd harus dikabari dulu, dan rumah dokternya di lumayan jauh dari RS (kurang lebih 30 menitan, itu jg kalau ga macet dan dia langsung jalan dari rumah). Kata susternya takutnya begitu dokternya sampe ibu udah lahiran.. YAJUGA huhuhu akhirnya gajadi. Habis itu susternya konsul ke dokter baik ku dan dokter bilang saya udh boleh masuk ke ruang bersalin. Hari itu dokternya lagi ada praktek juga di RS yang sama, jadi kalau sudah waktunya dia bisa cepet2 ke ruang bersalin.

Sebelum masuk ruang bersalin, saya minta suami buat telepon mama saya buat minta doanya. Karena bener2 ga kuat, bener2 mikir kayanya butuh ‘kekuatan’ lain biar bisa lewatin ini. Teleponnya sih ga di speaker, tapi samar2 denger suara mama dari telepon cukup bikin lega, at least I knew she prayed for me and I knew it would do its magic.

Ga lama begitu masuk ruang bersalin, susternya cek lagi katanya sudah bukaan 8. Mereka sibuk bolak balik siapin buat proses lahirannya, saya sibuk nangis2 dan minta susternya jangan kemanamana (apaan si sumpah wkwk dipikir2 skarang ngapainnn gitu Mey) dan terus2an nanya dokter baik nya udahan prakteknya belom… sampe akhirnya dokternya dateng, cek bukaan dan bilang “Wah ini sih udah bukaan komplit. Yuk Mey kita mulai aja ya”

Denger kata2 bukaan komplit itu rasanya super duper lega. This pain will end soon. Tapi abis itu panik lagi karena saya gatau cara ngeden gimana. Langsung diajarin saat itu juga cara2 ngeden, abis itu beberapa kali ngeden (seinget saya sih 5 ya) dan….jam 13.40 dedek keluar! Hehehe

Abis dedek keluar rasanya super lega banget. Udah gaada lagi sakit2 kontraksi. Udah plong banget2 rasanya. Abis itu denger dedek nangis super kenceng, dokter nanya ke saya namanya siapa. Saya jawab belom pasti dok. Karena sampai h min 1 kita udah siapin nama tapi pas dikonfirm lagi ke suamik katanya blm yakin juga. eh tau2 setelah suamik selesai potong ari2 dedek dan liat dedek abis dibersihin suster, dia info ke saya udh kasih nama dedek ke suster. Nama yang kemarin katanya belum yakin itu. JIAKH ga kompak wkwk. Dan 1 paragraf ini terjadi sambil dokternya sibuk menganyam di bawah sana, udah gamau tau lagi dah saya diapain itu udah pasrah dan gamau tau bener dah wkwk

Habis selesai dibersihin, dedeknya ditaro di dada saya utk skin to skin contact. Terharu banget… walopun muka dedek kealang masker yang saya pake. Sampe juling2 pengen liat muka dedek tp apa daya maskernya yang model KF94 yang gembung gitu, jadi cuma bisa keliatan separo doang sambil elus2 dedek. Terharu liat dedeknya udah berambut, krn ekspektasi saya bayi kalau keluar ya botak gitu ya huhuhuh rambutnya tebel mirip bapaknya

Sehabis itu dedek nya dibawa ke ruang bayi untuk observasi, dan saya dibawa ke ruang rawat inap.

Kita langsung ngabarin mama, mami n saudara2 yang ikut nungguin lahiran. Semuanya ikutan lega. Begitu dedek dianter ke kamar saya sorenya, kita sibuk videocall an sama keluarga masing2. Saya amaze liat dedek. Bayik yang dulu ada di perut saya sekarang tiba2 ada di depan muka saya, bisa saya pegang2 dan saya elus2.

Akhirnya bisa ajak ngobrol dedek langsung.. I said thank you to her as she was so strong while she’s still inside my belly. I thanked her for fighting with me through the delivery process. Dari jam 10 ke jam 13.40 ga terlalu lama (ini diomong stelah kejadian kontraksi ya, pas kontraksi ya berasa seabad wkwk) jadi I really thanked her krn udah sangat pintar ikutan cari jalan buat keluar bareng2 maminya. I thanked her for being healthy even though we had been through many many things together before she was born. Sebelum hamil mikir nanti punya anak harus yang cakep, yang pinter, yg berbudi pekerti baik, yang ini inu, sekarang setelah lahiran udah bener2 bersyukur dedek sehat. Alhamdulillah banget jg dapet bonus dia pinter n gembil n cakep juga.

After everything we’ve been through together.. lahir di tengah2 pandemi bener2 challenging. Apalagi pandeminya blm ada obat pastinya dan nularnya mana lewat udara. Ngerasain banget banget dulu waktu kena sendiri, nyeselnya kaya apa, takutnya setiap menit kaya apa, sakitnya, cemasnya, stressnya, semua2 kerasa di diri sendiri. Sekarang begitu dedek udh bisa melalui semua itu dengan gagah berani, I do my very best to make sure she will never have to go through any of that pain again.

Kalok ada yang bilang ‘duh lebay banget sichhhhhhh plis de’ well, it’s much much much better safe than sorry. Dedek sudah sangat setrongggg, masa mau saya take for granted untuk hal yang ga penting2 banget dan bisa nanti2? Hehe

And per today, it’s been 19 days you cheer our days up. Dari yang di hari2 pertama kita masih santuy karena kamu tidur terus dek, mami masih bisa buka2 kado dr temen2 dan poto2 (well, km dpt buanyaaaak bgd kado. Buanyaaaak bgt yang ikut hepi kamu lahir dan perhatiin kamu sampe repot2 kirim2 kado, maaci tante2 dan om2 dan oma2 dan opa2!!) makin kesini makin seru yah haha.

Mami n daddy lagi belajar untuk jd orangtua yang baik buat kamu dek, kita berdua lagi di tahap belajar menguasai ilmu ngira2. Ngira2 kamu nangis begini gara2 apa, nangis begitu gara2 apa. Maapin mami kalo gerakan tangan mami masih agak bar2 sampe kadang kayanya megang kamu agak kasar yak. Maapin mami bangunnya suka telat pas kamu nangis malem2. Maapin mami masih makan indomi wkwk. Maapin mami kalo mandiin kamu suka kelamaan jd kamu kedinginan..

Di hari2 ini juga, dedek lg suka2nya ngeden sampe gerem gitu. Buse kalo dr suara dan nada geremnya itu lakik banget, bikin kita kadang serem sendiri hahaha. Dedek jg lagi suka2nya ngeprank, pas selesai diganti pampers eh dia poop. Ato poop nya paaas banget lagi peralihan dr pampers lama ke baru, sehingga menjadi poop parteh di kasur… ato dedek pipis pas lagi diandukin, mana anduknya jg baru ambil dari lemari… semua2nya seru.

Dear my Veluna..

Maybe I’ve said this to you million times, I’m sorry for being imperfect mommy. Your daddy keeps reminding me that we’re imperfect but we do try our best for you.

You are really a blessing in our life, thank you for choosing us as your parents. We love you, Na.

0

Dear Papa…

My dad has passed away on 1 june, 09.50 am.

And now i am confused.

My relationship with him wasnt good. All i remember about him in my childhood years was the anger he spilled. I remember the days he made my life and my mom’s became utterly hard. I remember the tears, the yell, the.. and everything about him hurt me until i wished God would kindly give me the way out from this ASAP

Then the news came. He passed away this morning… and im confused how to feel. I took care of his funeral preparation. We brought him to the funeral home. I told my colleagues about this news. I received many many condolences text and call and pray from everyone i know and i dont. And i came back home at night to have a (supposedly) good rest as his funeral would be held in the very next morning.

And i stare at his usual blue worn out sandals he used to wear to walk around my house every night. I moved in his unopened stock diapers my mom bought him for the days he was in the hospital. I saw his pillow, and the door handle he used to open and close in the middle of the night. I sat in the kitchen and i confused why my tears flew down rapidly, so suddenly.

I laid down and i remember the long day ago he took me to Roxy Mas to buy me the newest and most updated HP. I remember the day he looked at me proudly bcs i could fully memorized multiplication table. I remembered the day he waited patiently for me outside my school to picked me home. I remember the day he asked me why im crying after a long work day and he said he wanted to scold the person who made me cry. I remembered the night i spent crying continuously when he gone missing. I remember the long ride he took me and my sister to the mandarin course i hate. I remember the time he closed his eyes and said i was a good massager when i helped him to bath…

Dear Papa, its so hurtful that i have to be in this time to remember that we still have good times back then. Im so so so so so sorry that I cant stick to the good memories we had whenever we argue. Im so so so so so so sorry you had to underwent such a rough times in these last years. I am so deeply sorry for the yell, the anger, the mistakes and the everything i had to throw back at you. I really wish God let you be in eternal peace after this life… i love Papa.

Ps. Maybe Papa havent knew this, but im pregnant! Papa will have another grandchildren in your family line. Doctor said my baby is a girl, maybe you have alteady feel it whenever i put your hand on my belly.

0

Plong.

Hari ini kita ke bandara lagi, dia dari Juanda, saya nunggu di CGK. Hari ini saya jemput dia lagi, setelah 3 bln full kita ga ketemu sama sekali karena pandemi.
Finally.

Keinget 3 bulan ini gimana roller coasternya mood, kangen 24/7, sedih, khawatir krn zona kita berdua sama2 merah, saling kirim vitamin dan masker (the most we can do in between the distance), kangen banget, dll, dll. Setelah selama ini, doa nya udah ganti dari “yaAllah semoga bs cepet2 ketemu” ke “yaAllah semoga kita semua dikasi sehat sampe nanti diijinkan utk ketemu…”

Minggu kmrn dikasih kabar kalo proses panjang dia mutasi kerja finally came to an end. Pas akhirnya baca dan denger kabar soal mutasi, saya jejeritan kesenengan. Saya kasitau ke semua org kalo akhirnya suami saya bs pindah ke Jakarta. Saya kasitau ke temen2 kalo akhirnya kita bs bareng2. Beberapa menit setelahnya informasinya bener2 baru nyerep ke otak, saya cuman bs nangis sesenggukan krn seneng buanget dan terharu banget.

Beneran nih? Beneran kita akhirnya bs serumah? Akhirnya saya bs siapin makannya dia? Akhirnya saya bs ngerasain ngomel2in dia krn naro baju kotornya berantakan? Akhirnya saya tinggal manggil dia dan bs bener2 liat dia langsung?

Iya ih, beneran. Kita akhirnya bs ketemu tanpa harus inget2 tinggal brp hari lagi sblm salah satu dr kita flight back ke rumah masing2. Bisa tidur tenang tanpa harus galau antara pengen tidur krn cape sama gamau waktu kita bareng2 kebuang percuma. Akhirnya bisa ngucapin happy birthday langsung tnp harus buru2 krn dikejar jadwal flight. Bisa santai aja pegangan tangannya gaperlu takut nanti pas pisah nyesel krn ga pegang lama2. Bisa belanja buah langsung pilih yg bagus yg mana tanpa perlu lewat videocall. Akhirnya…

Senengnya berrrrrkali2 waktu tau keluarga n temen2 deket saya ikutan seneng begitu tau kabar ini. Banyak yg tau bukan dr saya dan mereka lgs hubungin saya sekedar bilang mereka ikutan happy dengernya. Saya terharu banget dengernya 😭 makasih banget buat yg udh bantuin dan punya andil dlm memuluskan prosesnya, rasanya pengen sungkemin satu2 dan cium2, tp krn lg korona saya bener2 doain kita smua bs sehat2 supaya bs kumpul terus sama keluarga. Every small gesture means a lot to us. Sungguhan. Apalagi yg gede huhu

Sering buanget orang2 nanya kita udh LDR brp lama. Kadang bingung jawabnya krn kita LDR dr pertama kali pacaran. Orang2 terus bingung lagi kok bs ya LDR dr awal tp lanjut terus sampe kawin. Kita jg bingung knp kita milih buat milih satu sama lain ditengah2 kondisi ini itunya kita. The power of love (dan ngotot)!

Finally. Bs beli one way ticket dengan barang2 segambreng. Bukan cuma buat weekend dan hari2 kejepit lainnya. Buat selamanya. Akhirnya kita bs literally becoming each other’s home together.

Ayo kita berantem ky yg lain beb, gausah pake videokol lg!!!! wkwk

0

Trying to befriend with distance.

This ldr really gives us so many lessons to be learned.

It teaches us how to be patient. How to compromize. How to handle good bye(s) till the next hello. How to always communicate with any possible way.

Through this, we learn to be creative. We learn that there must be a way out from any problem. We learn that sometimes distance can be just a number, sometimes it can hurt like hell.

We learn to work really hard. We tried all possible way to fulfill our dream to stay under the same roof like others. We pray harder. We know that no matter how hard we try, there’s always something or someone that keeps saying no to us. So we pray multiple times harder, may God knock on their heart and straighten our way. We pray and believe we will wake up and sleep facing each other face someday, everyday. I personally visualisizing that someday i can hold onto his hand whenever i feel scared or happy. Until then, we keep loving and empowering each of us, in any way we both can do.

0

21st December 2019

My wedding day was on 21st december 2019. Finally we decided to tie the knot.

Buanyak yg tanya, knp buru2 banget? We have reasons. Salah satunya adalah: kenapa ngga?
(Alesan2 lainnya lebih make sense sih, tp panjang jadi yaudah itu aja)

Dari awal udah mikir maunya yang super super simple. Awalnya bahkan ngga mau ada pesta, tapi karena permintaan mama ya bole lah biar ada foto2nya wkwk.

Everything was started from the time he proposed me in Thailand at the beginning of the year. Selanjutnya mulai siapin ini itunya dengan flow yang bueda banget kaya yg pada umumnya. Kita pasangan LDR Jakarta Surabaya, jd kita bener2 cari celah biar prosesinya tetep ada walaupun timelinenya menclak menclok. Dan tentu saja ada komentar2 tidak diundang yang mempertanyakan inih, tapi yasudah kita tetep menclak menclok haha

Dari awal juga kita (saya terutama) udah niat mau bikin wedding day kita yang intimate, sampe ke vendor2nya. Entertainnya (Nie n Kak Misi) bahkan udah di niatin dari jaman masih kuliah dan belom kenal Aim haha. Dekornya rekannya rekan kerja di kantor. Undangan dan souvenir Aim design sendiri baru kasih ke vendor lepas. MCnya teman koko dan bahkan, yang tidak direncanakan, WO nya itu temennya temen kantor saya. Dan niat awalnya sama sekali bukan pengen cari yg murah, tp balik lagi, pengen kawinan kita jadi yang bener2 kita. Rasanya seneng aja kalo bisa kerjasama sama temen2 sendiri (dan mereka keren2!), sekalian bagi2 rejeki.

Awal2 persiapan dari yang masih super polos dan excited dan high expectation, sampe yang mulai marah2 dan paham tapi tetep high expectation, sampe akhirnya udah mulai sabar, nerimo, sambil nangis-nangis penuh drama. Tapi justru dari sini saya makin makin yakin we’re walking to the right thing. Aim is truly one of the kind that suits me. Katanya sih dia jg berasa gitu ttg saya wkwk. Sabarnya dia (walopun kadang ngeselin jg pengen noyor hawanya) (cuma pengen) bener2 tepat sasaran. I can be one hell of something kalau sudah marah dan panik dan kesel, but he always finds way to ease me. It’s amazing.

Persiapannya lagi2 bener2 kayak roller coaster. Waktu ditengah2 tiba2 ada maag attack yg super heboh dan persistent sampe ke selesai wahana. Kita pernah berantem, bingung, nangis (gw doang he-eh), marah, maag (kompak 22 nya), panik dan sebagainya. Sampai h-1 saya dan Aim masih ngider2 keliling Jakarta to make sure everything was on the right place. Bahkan kemejanya Aim aja baru dibeli jam 10 teng pas hari H di GI.

Pas hari H, di gladi resik, my body was shaking dengan heboh waktu coba jalan di red carpet. Gaunku nyangkut2. Akhirnya menghabiskan sisa 1 jam buat belajar jalan mondar mandir biar lancar. Trus sempet2in makan pake jatah makannya WO biar asam lambung ngga naik. Semua worries yang sempet ilang krn udh nerimo, tiba2 muncul lagi.

Begitu acara?

Happy. Lega. Semuanya bener2 lancar. Gaun saya kaya ada yang gosokin lilin di bawahnya sampe bisa licin ngga nyangkut sama sekali. Saya liat temen2 saya dateng, rekan2 kerja saya dateng, temen2 dan saudara2 Aim jg dateng, dan yang paling penting, saya liat Aim nunggu saya di ujung red carpet ituh. Aim nyanyi buat saya di kawinan (surprise gitu ceritanya), mejanya alhamdulillah penuh (sisa dikiiiiiit banget yg ngga keisi). Sisanya was a blitz of light, berasa cepet banget dan tau2 udh selesai aja.

Abis itu kita liburan berdua di Bali. Macet2an di Bali karena barengan sama ribuan org yang juga mau taun baruan di Bali. Tapi happy banget, those were the longest continuous day we’ve ever spent together. Happy begitu bangun masih liat dia, happy karena countdownnya lama dari awal ketemu sampai terakhir.

Kita masih LDR, sama2 masih berjuang dan berdoa biar ngga lama2 LDRnya. Setelah vendor foto kirimin sebagian foto2 kawinan kita, saya kaget sendiri liat muka saya happy terus dr foto pertama sampai terakhir. Muka saya n dia glowing berbinar2. Saya jadi tau kenapa saya dan dia mau repot2 milih satu sama lain, padahal tau sehabis married pun masih belum bs langsung tinggal serumah.

I have never been happy like I am happy with you. Bingung jg kenapa org yg bosenan ky saya bisa bisanya malah nambah sayangnya ke Aim setiap abis liatin dia. Bisa2nya saya makin gemes sama dia waktu pernah mergokin dia tidurnya ngiler. Bisa bisanya.

Dari dulu parno banget2 sama marriage. Sekarang? Its the first time ever hidup berdua bersamamu looks so promising and… real.

I love you, Aimku yg gembul😚

0

LUCKY

“I’m feeling like… I’ve been trying hard but still all you got is my weakness. Aku suka marah-marah, bentak-bentak, ngasih tau waze suka telat, ceroboh, ga sabaran, banyak maunya,..”

He’s nodding his head

“…suka berubah-ubah, nanyanya diulang-ulang,…”

“Apalagi?”

“banyak. Meanwhile you??? How could you be so understanding?”

“Semua yang kamu sebut itu, ya itu “Mey”. Dan I’m falling in love with Mey. Aku udah maunya sama kamu, dan di tahap ini aku udah sama sekali ngga mempermasalahkan itu. Aku menyesuaikan kamu. Kamu mau kaya gimana pun fokus aku udah bukan lagi nanya, “kok Mey gini ya, kenapa dia begitu ya, nina ninu.” Aku selalu mikir solusinya, gimana caranya untuk mempertahankan ini, biar kita bisa bareng-bareng terus.”

Kemarin waktu acara piknik sekantor, saya 1 dari segelintir orang yang dapet door prize untuk kedua kalinya. Door prizenya TV 32”. Tahun lalu juga dapet itu. Temen-temen kantor bilang saya orang yang beruntuuung banget.

Sekarang, setelah saya denger pacar saya bilang begitu, saya baru sadar. Iya, saya beruntung banget. Saya beruntung banget dapet TV 32” 2 kali berturut-turut. Tapi my utmost reason why I’m feeling so lucky is.. I have him.

I love you, beb.

0

Note to myself:

Dear Mey,

Jangan buru-buru. Yang kamu kejar masih di situ. Kamu sudah bangun lebih pagi dari kemarin, jadi, ngga perlu buru-buru. Take all the time you need. Do all the things you have to do. Look in the mirror well before you go. Take a deep breath, smile, then go make a day.

You don’t have to take care of everything you see. Harus dipilih-pilih. Sumber daya mu terbatas, dan kamu harus bisa atur ulang prioritasmu. In the truest word: ngga semuanya worth your time.

It’s really ok to do what you really want to do.

It’s ok nanya-nanya aja trus ngga jadi beli.

It’s ok to spoil yourself.

Jangan keseringan minum chatime, makan bebek, padang dan sop kambing.

It’s ok to do nothing. Apalagi di weekend. It is really ok. You need a good break, after all.

Istirahat yang tenang. Ngga usah bangun kaget-kaget terus.

And remember: you truly can be anything. Just make sure “kind” is always in the list.

0

24

Sambil macet-macetan barusan ini, sambil dengerin lagu Kids nya Rich Brian, sambil angguk-angguk berusaha nikmatin lagunya, sambil kepalaku juga muter mikirin what to do besok, and the day after. Sambil mikirin gimana caranya biar semua to do list untuk besok,  ya, selesainya juga besok. Supaya ngga ada yang ditunda-tunda lagi, supaya ngga jadi bola salju yang nggulung makin lama makin besar.

And it led to another thought: how much things have you sacrificed to make your 24 hours a day worth every second?

We all have the same 24 hours. The things we do in those 24 hours differentiate one from another. In those 24 hours we (think) we have it on our own, we still have to share it. Berapa banyak yang dipakai untuk istirahat, berapa yang untuk menyenangkan orang lain, berapa yang untuk menjadi orang lain, dan terakhir, berapa yang benar-benar dipakai pure untuk diri sendiri. Hal apa saja yang kita pilih untuk kita lakukan, dan yang tidak.

Dan sambil macet-macetan juga, saya mulai ngedaftar apa aja hal yang saya pilih untuk tidak saya lakukan di 24 jam saya yang dulu-dulu. Apa saja yang saya abaikan untuk tetap fokus. Siapa saja yang saya tolak tawarannya. Alasan apa yang saya gunakan untuk tetap merasa baik-baik saja walaupun sudah menolak. Berusaha menempatkan diri saya kembali ke saya yang dulu, kepikiran, dulu sempet berasa nyesel ngga, ya?

Muncul kembali pikiran lain. The most dangerous one: “What if?”

“What if I said yes to those offerings?”

Surely I wouldn’t be where I am now.

“Would everything become easier then?”

Ngga ada yang tau, dan sepertinya ngga bisa dicari tau juga. Whatever passed, stays in the past. Ngga bisa juga kelamaan dipikirin what ifs nya, dan the answer of those, karena makin dipikir, again, your 24 hours is running low.

Dan juga udah mulai lancar jalanannya, and I had to keep moving forward.

Tapi tetep lanjut. Saya puter sedikit pov nya. Why focusing on what we don’t have?

Saya mikir lagi, apa aja yang saya dapat karena sudah menolak tawaran-tawaran itu. Apa saja yang dari dulu sudah saya anggap jauh lebih penting dan lebih keren daripada yang saya tolak-tolakin. How my decisions have made me so far.

Dan sejauh ini, I believe I made it. Yang saya lakukan sejauh ini semuanya membentuk saya dengan baik, sebaik yang saya butuhkan. Semua yang saya pilih dari 24 jam saya yang dulu-dulu itu masih “ada”. Ada yang bener-bener masih ada di samping saya dan being my most reliable support system. Ada yang masih ada efeknya sampai detik ini (and keep going).

It is what I believe it has. Dan lagi, saya sangat (amat) bersyukur saya sudah memilih jalan yang ini. Walaupun sudah banyak juga yang saya tolak (dan kadang masih menggoda), saya bersyukur untuk apa yang masih ada di hidup saya sampai detik ini, karena saya dulu memilih ini, dan sekarang juga, malah terlebih lagi saya lagi jalan dan juga menikmati hasil-hasilnya.

Akhirnya, sampai juga ke rumah.

0

5 days

Random things I heard for these past weeks that keep ringing in my head:

  1. “You are truly a very kind girl, Mey” – once I (for the first time ever) tried not to ghosting someone.
  2. “Kalo ragu, mending ngga usah curhat. Nanti nyesel.” – Once I told my friend I want to curhat but still hesitated. This small talk moved me…. Made me know this person really is my good friend, bukan cuma kepo-kepo aja. Ya akhirnya ngga jadi curhat, sih.
  3. “Even though it’s business, this wouldn’t happen if you didn’t have the skill” – when I refused someone’s thank you to me because I got paid from what I did to him.
  4. “I wanna be like you when I grow up” – my little niece.
  5. “No. Not yet.”
  6. “No.” – after I ask him whether I have a second chance or not.

 

It’s amazing how we can set ourselves into anyone. Becoming not only into someone we want to –but also someone we never know we could. Transforming into someone so different, so same, and also into the very person we used to hate before.

How we can change into a completely different person just after a massive heart break. And into another different one once we fall in love (oh, or is it just us misperceive it?) –so deep.

How we can work for another hour, and another one, and oh please one hour more, just so you can save more to build your dream together. And how we can sleep soooo tightly knowing that tomorrow there will be more hours to be filled with works.

How our level of tiredness isn’t the same as how it used to be. We move our limit further away. We doubled our patience. We stake up our expectations, build our hopes, just to burn everything down once one wrong move is made.

How we can get everything, yet still fell nothing.

And when all the doubts rise up, filling our head with nothing but fear, we start questioning every-single-thing. Is this the right thing to do? Is it worth it?

Am I really doing the right thing?

But then, is it necessary to be right? Or I am satisfied enough to be just happy?

Am I?

 

 

(it took me 5 days to finish this post, started from the very first letter until the time i decided to post it. this is the longest time i’ve ever needed to make one single post)